Terimakasih buat para donatur atas segala partisipasinya membantu dalam pengembangan Taman Baca Al-Kautsar. Konfirmasi dan kerjasama silahkan SMS ke nomor kami di 081235910900

Rabu, 20 Februari 2013

Kursus Membaca Bagi Anak Usia Dini, Haruskah?

Beberapa waktu lalu saya sempat berkunjung ke rumah salah satu keluarga di Tanjung . Priuk. Saat jalan-jalan pagi, sambil menghirup udara yang sudah tercemar aroma got, saya melihat-lihat dan membaca banner, pamphlet, spanduk dan papan-papan iklan yang ada di sepanjang jalan Swasembada barat, Tanjung Priuk. Yang saya lalui. Mata saya akhirnya terpaku pada sebuah tulisan di kaca sebuah rumah “Kursus membaca dan menulis bagi anak usia 3-8 tahun, dijamin 20 hari lancar”.

Ada beberapa hal yang membuat saya tertarik terhadap tulisan itu:
Pertama, Kursus membaca itu ditujukan bagi anak usia 3-8 tahun, bagi anak yang sudah berusia 8 tahun, jika belum juga bisa membaca saya anggap lumrah jika harus mengikuti kursus tersebut, paling tidak menjadi bentuk dukungan orang tua dalam meringankan tugas guru di sekolah dengan asumsi orang tua tidak memiliki waktu membimbingnya sendiri di rumah.
Bagi anak usia di bawah 5 tahun, saya pikir ini sangat berlebihan. Mengajarkan membaca dan menulis di TK saja sudah merupakan malpraktek bagi seorang guru. Anak usia PAUD/TK belum saatnya dijejali dengan hal-hal yang sulit, sekolah bagi mereka hanya untuk mempersiapkan memasuki usia belajar yang sesungguh di SD. Anak boleh diperkenalkan kepada huruf/angka tapi tetap dalam konteks bermain. Bukan belajar dengan banyak PR yang merenggut kesempatan mereka bermain. Apalagi sampai harus diikutkan kursus, jangan sampai anak-anak mungil ini menjadi korban ego orang tua yang ingin bersombong ria saat bercerita kepada kawan-kawan arisan atau komunitasnya bahwa anaknya baru 4 tahun sudah lancar membaca.
Pandangan saya tentang pengajaran membaca yang serius di tingkat PAUD/TK pernah saya diskusikan dengan beberapa kawan yang kebetulan mengajar di tingkat ini, jawaban kawan-kawan saya umumnya “Karena tuntutan pasar (orang tua murid)”, menurut mereka orang tua selalu membandingkan dengan anak temannya yang sekolah di TK/PAUD lain dan sudah bisa membaca, sehingga terkesan menganggap guru-guru yang tidak mengajarkan membaca adalah guru-guru yang gagal yang tidak berhasil membuat anaknya pintar. Resiko yang lebih berat lagi TK/PAUD yang tidak mengajarkan membaca tidak akan mendapatkan murid.
Alasan lain TK/PAUD menyelenggarakan pengajaran membaca karena adanya beberapa SD yang mengadakan seleksi masuk dan materi tesnya adalah membaca/menulis/berhitung. Artinya, hanya anak-anak yang sudah pandai membaca/menulis/berhitunglah yang akan diterima di SD tersebut. Semakin banyak lulusan sebuah TK yang diterima di SD tersebut maka akan semakin dipandang hebat TK tersebut.
Seleksi masuk Sekolah Dasar seharusnya bukan berdasarkan bisa atau tidaknya seorang anak membaca/menulis/berhitung karena tugas guru kelas rendahlah (1-3 SD) membuat mereka bisa membaca/menulis. Salah satu standar kompetensi kelas 1 SD dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia tentang membaca adalah Membaca nyaring suku kata dan kata dengan lafal yang tepat (masih tentang membaca suku kata ) dan tentang menulis Menjiplak berbagai bentuk gambar dan bentuk huruf, Menebalkan berbagai bentuk gambar dan bentuk huruf (masih menjiplak!!!) jadi untuk apa seleksi membaca dan menulis juga berhitung pada penerimaan murid kelas 1 SD? Maaf jika saya jadi curiga, alasannya karena guru malas (baca tidak tahu cara) mengajarkan membaca/menulis awal pada bocah-bocah kecil itu.
Persoalan yang sebenarnya butuh penanganan segera adalah jika anak sudah kelas 3 SD masih juga belum bisa membaca.
Anak-anak ini butuh perhatian khusus. Pengetahuan apa yang dapat mereka pelajari jika mereka belum bisa membaca, padahal pembelajaran yang dilakukan guru saat ini menggunakan berbagai variasi model pembelajaran yang umumnya tidak terlalu banyak berceramah. Peserta didik harus aktif menggali pengetahuan melalui membaca, berdiskusi, bereksperimen dan lain-lain yang membutuhkan kemampuan membaca yang baik.
Membaca merupakan salah satu kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik sebagai modal awal untuk melakukan kegiatan pembelajaran selanjutnya. Keterampilan membaca harus sudah dikuasai peserta didik paling lambat ketika mereka sudah duduk di kelas 2 SD, atau setelat-telatnya kelas 3 SD. Siswa yang sudah duduk di jenjang kelas 4 SD, jika belum juga mampu membaca harus segera ditangani, misalnya dengan mengikutkan kursus membaca atau bimbingan khusus di sekolah. Kerja sama orang tua dan pihak sekolah sangat diperlukan untuk mengatasi hal ini. Membiarkan saja anak-anak ini tanpa penanganan adalah kesalahan besar.
Lain halnya dengan anak-anak usia dini yang perlu diberi ruang ekspresi lebih luas. Pengajaran terhadap mereka harus dilakukan secara alamiah, tidak perlu membebani mereka dengan muatan-muatan yang terlalu berat. Belajar membaca/menulis/berhitung bagi mereka baru berupa pengenalan awal saja dan itupun disampaikan dalam kegiatan bermain.
Mari kita ubah paradigma berpikir kita tentang anak hebat, tentang TK/PAUD hebat, dan tentang SD hebat. Kurikulum sudah mengaturnya sedemikian rupa dengan mempertimbangkan berbagai aspek. Jangan berikan pada anak-anak kita beban berat hanya demi gengsi orang tuanya.
Salam Pendidikan…

Sumber: Kompasiana.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saat ini Live Streaming Radio Fakta FM Masih Dalam Tahap Perbaikan dan Penyempurnaan. Mohon bersabar dan terimakasih atas kerjasamanya. “RADIO FAKTA FM, Multi News, Culturism and Local Wisdom
Ferry Arbania Album Jurnalistik Slideshow: FERRY’s trip from Surabaya, Jawa, Indonesia to 2 cities Suriname and Kabupaten Sumenep (near Situbondo) was created by TripAdvisor. See another Indonesia slideshow. Create your own stunning free slideshow from your travel photos.