FAKTAFM.COM-SURABAYA- Sombong dan arogan. Tudingan itu diarahkan ke Kantor Pertanahan Kota Surabaya oleh IPPAT (Ikatan Pejabat Pembuat Aktah Tanah) Kota Surabaya.
Tudingan itu dikarenakan Pertanahan Surabaya dinilai melanggar Peraturan Pemerintah 37/1998 dimana kinerja PPAT adalah wilayah kerja ditingkat kota/kab tingkat II. Faktanya, kantor pertanahan di Surabaya dibagi dua wilayah.
Kebijakan itu dinilai sangat merugikan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). Padahal, jelas-jelas pihak pertanahan paham dan tahu soal PP 37/1998. Namun, karena merasa berkuasa, imbauan dan peringatan dari IPPAT tidak dianggap.
Siti Anggraini Habsari, Wakil Ketua IPPAT Surabaya, menilai kebijakan Kantor Pertanahan itu sangat ngawur dan tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Karena dalam PP 37/1998, jelas dinyatakan kalau wilayah kerjanya di tingkat kabupaten atau kota tingkat II.
“Lha kok ini dalam satu kota ada dua kantor pertanahan,” kata Habsari, Sabtu (17/12).
Dari kebijakan itu, akan berpengaruh pada pelayanan. Karena, secara tidak langsung memecahkan wilayah kerja dari BPN dan kinerja pejabat pembuat akta tanah. “Ini jelas bertentangan dengan keputusan PPAT,” ucapnya.
Dengan adanya kebijakan itu, IPPAT khawatir ada akan cacat hukum proses kepemilikan surat tanah yang diurus melalui IPPAT. Karena ungkap Hapsari, ada IPPAT yang tidak disumpah. Masyarakat yang akan dirugikan.
Berbagai upaya sudah dilakukan, termasuk dialog dan musyawarah. Namun tetap saja kantor pertanahan menolaknya. Karena itu 312 IPPAT Kota Surabaya menggugat Kantor Pertanahan Surabaya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya.
Surat gugatan itu dikabulkan PTUN dengan surat no 123/6/2011 tertanggal 8 Desember 2011.
Pihaknya juga menyesalkan keputusan Kepala BPN Pusat mengeluarkan surat perkaban nomor 9 tahun 2009 untuk memperbarui surat perkaban 16 tahun 2010 tentang pembagian dua wilayah kantor pemasaran.
“Saya juga heran kok berani Kepala BPN melakukan itu,” pungkas Habsari. Li12
Sumber:LENSA INDONESIA.COM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar