FAKTAFM.COM-SIDOARJO- Sejak dahulu, Sidoarjo sudah dikenal sebagai kota santri dengan bukti adanya beberapa Pondok Pesantren tertua (PP. Al-Hamdaniyah, Siwalanpanji Buduran dll), makam para Aulia, ratusan penghafal Al-Qur’an, serta ribuan santri yang bertebaran di pesantren-pesantren besar ataupun kecil yang ada di Sidoarjo.
Namun, fakta tersebut kini bertolak belakang dengan situasi dan kondisi sekarang karena banyaknya tempat-tempat kemaksiatan yang tumbuh subur dimana-mana hingga di pelosok desa-desa Sidoarjo.
Tempat-tempat tersebut diantaranya, café remang-remang yang menjadi ajang bisnis Miras dan prostitusi terselubung, tempat-tempat karaoke yang menjadi ajang transaksi sek dan mabuk-mabukan Miras.
Lebih parah lagi, ketidak-tegasan pemerintah dalam pengawasan peredaran Miras dan menjamurnya bisnis prostitusi, para pengusaha hotel, penginapan, panti pijat dan tempat-tempat hiburan malam yang disusupi Miras dan wanita penghibur yang merusak akhlak dan moral masyarakat.
Belum lagi adanya tempat-tempat umum yang dijadikan tempat nongkrong, cangkrukan, pacaran (Gendakan) pemuda pemudi sampai bermalam-malam yang ujung-ujungnya melakukan tindakan asusila, semakin hari semakin menggelisahkan serta menjadi keprihatinan masyarakat Sidoarjo.
“Hal-hal itulah yang menjadikan para Ulama’ dan Tokoh Sidoarjo merasa prihatin dan menuntut kepada Bupati dan Forpimda,” tegas Drs. H. Abd. Ghofar Mistar, juru bicara FOKUS (Forum Komunikasi Ulama’–Tokoh Sidoarjo) kepada LICOM, Senin (19/12).
Menurutnya, FOKUS telah melayangkan surat yang berisi Lima tuntutan kepada Bupati dan Forpimda Sidoarjo. Surat tersebut ditanda-tangani oleh KH. Nurul Huda dan KH. Hasyim Ahmad selaku kordinator FOKUS dengan tembusan kepada pimpinan DPRD, Kapolres Sidoarjo, seluruh Kapolsek dan Camat se-Sidoarjo, seluruh pengasuh Pondok Pesantren se-Sidoarjo serta Ormas dan LSM se-Sidoarjo.
“Surat tersebut merupakan keputusan dari Halaqoh para Ulama’ dan Tokoh Sidoarjo yang digelar di rumah KH. Hasyim Ahmad.”tambah pak Ghofar, panggilan sehari-harinya.
Lima tuntutan tersebut adalah, mengembalikan Sidoarjo menjadi kota yang aman, tertib, damai, berakhlak dan agamis, menindak tegas dan menutup café yang tak berijin (termasuk warung remang-remang yang ada di pelosok desa), membersihkan dari Miras dan purel untuk café yang mempunyai ijin, melakukan razia secara rutin berkala terhadap tempat-tempat tersebut dan tempat umum yang biasa digunakan untuk tindak asusila serta memberi sanksi sesuai aturan yang berlaku kepada mereka yang melanggar aturan.
Di tempat terpisah, Kasmuin, salah satu Tokoh Sidoarjo juga membenarkan hal itu. Katanya, jika tidak ada tanggapan dari Bupati maupun Forpimda, perwakilan Ulama’ dan Tokoh Sidoarjo akan menemui Bupati Saiful secara langsung terkait persoalan tersebut.
“Jika tidak ada tanggapan, para Ulama’ dan Kyai serta Tokoh Sidoarjo akan bersilaturrahmi kepada Bupati,” tuturnya.
Sekedar diketahui, pada 11 Desember yang lalu, puluhan Ulama’ dan Tokoh Sidoarjo mengadakan pertemuan di kediaman KH. Hasyim Ahmad, desa Jati Sidoarjo untuk berdiskusi (Halaqoh) terkait maraknya peredaran Miras, menjamurnya café, warung, karaoke yang disusupi wanita penghibur, dimana tempat-tempat tersebut disinyalir telah mengakibatkan menurunnya Indeks Pembangunan Masyarakat Sidoarjo.
Pertemuan yang bertajuk Halaqoh tersebut juga dihadiri oleh KH. Abd. Rofik Sirodj (Rois Syuriah PCNU Sidoarjo) serta mantan Ketua MUI Sidoarjo, KH. Ahmad Salman serta mantan Ketua Tanfidziyah PCNU Sidoarjo selama tiga periode, Drs. KH. Abdy Manaf MM yang sekarang menjabat sebagai Wakil Ketua PWNU Jawa Timur.jani
Sumber:LENSAINDONESIA.COM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar